Sultan Iskandar Muda (1607-1636): Pemimpin Perkasa yang Menggetarkan Asia Tenggara dan Melawan Portugis
Sultan Iskandar Muda 1607-1636
Sultan Aceh yang termasyhur adalah Sultan Iskandar Muda. Ia bisa disebut sebagai seorang raja yang benar-benar dapat menandingi Portugis dan bangsa-bangsa asing lainnya di Asia. Sultan Iskandar Muda naik takhta pada tahun 1607 dengan satu tujuan: mendirikan kerajaan besar dan perkasa seperti kerajaan Yunani Iskandar Zulkarnain. Seperti yang kita ketahui, Iskandar Zulkarnain adalah seorang Maharaja Yunani yang berhasil menguasai daerah yang sangat luas.
Selain itu, Sultan Iskandar Muda bercita-cita mendirikan Kerajaan Islam yang luas seperti kekhalifahan di tanah Arab. Semasa muda, ia bernama Perkasa Alam, dan pada usia 18 tahun telah menjadi Sultan. Sebelumnya, ia telah menjadi seorang pemimpin Barisan Muda yang dibangunnya sendiri hingga ia ditawan oleh pamannya, Sultan Muda (Muda Syah).
Pada masa Portugis menyerang pantai Aceh tahun 1606, atas permintaannya kepada sultan untuk dilepaskan dari tahanan guna melawan serangan Portugis, Sultan Ali Rakyat Syah (pamannya, Muda Syah) mengabulkan permintaannya. Setelah dibebaskan, ia bersama Barisan Mudanya terus melawan serangan musuh dan berhasil mengepung benteng-benteng Portugis yang ada di Ladong, sekitar 10 mil dari ibu kota Aceh (Kutaraja). Kepungannya berhasil, semua senjata Portugis dapat dirampas, dan Portugis dapat diusir dari Aceh Besar. Tidak lama setelah pengusiran Portugis, pamannya Sultan Ali Rakyat Syah wafat. Dengan sokongan Barisan Mudanya, ia diangkat menjadi Sultan dengan gelar Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam.
Setelah menjadi Sultan, ia membangun perkebunan lada dan memperkuat angkatan perang Aceh serta menata ketatanegaraan Aceh. Dengan penuh semangat, ia melanjutkan perjuangan para sultan Aceh terdahulu:
- Memajukan perdagangan internasional di Aceh.
- Mencari hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di luar Nusantara: Turki, India Selatan, Delhi, dan lain-lain untuk melawan Portugis.
- Senantiasa menentang Portugis.
- Meluaskan wilayah kekuasaannya.
- Merebut monopoli lada, emas, dan timah di Sumatra dan Malaya.
Usaha Aceh untuk menghancurkan Portugis selalu terkendala karena Johor, Pahang, dan Palani membantu Portugis. Namun, Portugis sendiri tidak bisa bergerak leluasa karena Aceh selalu siap dengan angkatan perang besarnya. Sultan Iskandar Muda dapat mengumpulkan tentaranya dalam waktu singkat sebanyak 40.000 orang dari sekitar Aceh Besar saja, belum terhitung dari Pidie atau daerah lainnya. Kerajaan Aceh terus berusaha menekan kekuasaan Portugis dari pasar-pasar lada di Sumatra dan Malaya. Pesisir timur Sumatra dikuasai Aceh hingga Bangka Hulu, sehingga lada dan emas dapat dibeli sampai ke Sungai Kampar. Raja Indragiri dan Jambi diperintahkan menjual lada kepada Aceh.
Semenanjung Malaya saat itu terdiri dari kerajaan-kerajaan Pahang, Patani, Kedah, dan Johor. Kerajaan-kerajaan ini juga menghasilkan lada, yang menjadikannya pesaing bagi Aceh. Timah hanya ditemukan di Malaya.
Setelah Aceh menutup bandar lada di Sumatra, Portugis membeli lada di Patani. Pelabuhan Palani berkembang karena menjadi bandar lada yang besar. Lada dari Jambi, Indragiri, dan Palembang membanjiri bandar Patani, yang merugikan Aceh. Sultan Iskandar Muda mempersiapkan angkatan perangnya untuk berturut-turut menyerang Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619), Perak (1620), dan Indragiri (1624). Kebun lada di Kedah dirusak, dan banyak rakyat dari Malaya dipindahkan ke Aceh.
Patani tidak diserang, namun berada di bawah pengaruh Aceh karena tidak berdaya melawan. Sejak itu, lada dari Semenanjung Malaya mengalir ke Aceh. Armada Aceh menguasai Lautan Hindia dan Selat Malaka. Sejak tahun 1623, Aceh benar-benar menjadi pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Sultan Iskandar Muda tidak pernah berhenti berusaha meluaskan kekuasaan. Perang dengan Portugis terus berkobar.
Sikap Sultan Iskandar terhadap bangsa asing sangat tegas. Ia menolak setiap persahabatan dengan Belanda dan Inggris jika mereka membantu Portugis. Kedua bangsa tersebut memohon agar diizinkan membeli lada di pelabuhan lain di Sumatra, tetapi Sultan Iskandar Muda menegaskan bahwa setiap orang harus datang ke Aceh untuk membeli lada. Hanya Aceh yang mengambil lada dari daerah-daerah penghasil lada. Maka, sulit bagi bangsa asing untuk berdagang di Asia Tenggara. Armada Portugis kesulitan untuk menyerang atau menentang kekuatan armada Aceh.
Sultan Iskandar Muda segera mengerahkan raja-raja Melayu serta Belanda, Inggris, Prancis, dan lainnya agar bersatu memperkuat kerajaan besar tersebut. Pilihan terbaik adalah menetapkan Aceh sebagai bandar internasional. Sifat bandar Aceh memang internasional, tetapi Portugis tidak bebas berniaga lada di Aceh. Pedagang di bandar itu datang dari Arab, Iran (Persia), Turki, Abyssinia, Pegu (Indo-Cina), Tiongkok, Siam, India (Madras), Melayu, Jawa, Inggris, Denmark, dan lain-lain. Kapal-kapal Turki dari Mesir ramai berdagang di Aceh, menjadikannya pusat perdagangan orang Islam di Asia Tenggara (India dan Nusantara). Bandar Aceh ramai memperdagangkan lada dari Aceh, Aru, Jambi, dan Malaya; rempah-rempah dari Maluku; timah dari Kedah; emas dari Minangkabau; kayu wangi dari Timor; kain, selendang, dan sarung dari Koromandel; sutra dari Suriah; porselen dari Tiongkok dan Jepang; perhiasan dari Eropa; minyak tanah dan kamper dari Aceh; serta kain dari Bombay (India), Siam, Tiongkok, dan Jepang.
Sultan Aceh sangat besar penghasilannya dari perdagangan tersebut. Keindahan dan kemewahan istana Aceh termasyhur di Asia. Tiga ratus pandai tukang emas bekerja di sekitar istana membuat perhiasan wanita. Demikian juga kekuatan dan ketangkasan angkatan perang Aceh dikenal dunia.
Hubungan Sultan Iskandar Muda dengan para sultan di Persia, Mesir, Turki, Sultan Akbar di Delhi, dan raja-raja di India Selatan sangat erat. Dari raja-raja asing tersebut, ia memperoleh bantuan, seperti pasukan meriam dari Turki, senjata dan peluru dari Inggris, Belanda, dan Prancis. Kedudukan Aceh yang istimewa membuat Portugis sulit melawan. Dengan bantuan hubungan luar negeri tersebut, angkatan perang Aceh dapat bergerak secara modern (menurut zamannya).
Posting Komentar untuk "Sultan Iskandar Muda (1607-1636): Pemimpin Perkasa yang Menggetarkan Asia Tenggara dan Melawan Portugis"