Sejarah Peureulak: Peran Penting dalam Perdagangan Internasional Abad XIII
Sejarah Negeri Peureulak
Peureulak, berasal dari nama pohon kayu yang biasa digunakan untuk membuat perahu. Negeri Peureulak adalah salah satu negeri tertua di Sumatra, yang namanya tetap tidak berubah meskipun musafir-musafir dari Cina, Arab, Persia, India (Hindu), Italia, Portugis, dan lainnya yang sebelum abad XIII menulis dalam catatan perjalanan mereka tentang singgahnya mereka di Bandar Peureulak (Perlec), yang terletak antara Samudra (Pasai) dan Aru. Saat itu, negeri Peureulak sudah diperintah oleh seorang Raja/Maharaja, yang dalam tradisi juga disebut Meurah, berasal dari kata "Mohrat". Kisah perjalanan bangsa Italia, Marcopolo, pada tahun 1392 menyebut tentang keadaan penduduk Peureulak (Perlec). Jadi, kerajaan Peureulak lebih tua dari kerajaan Tumasik (Singapura) dan Bintan, juga jauh lebih tua dari kerajaan Pasai dan Melaka, bahkan mungkin seumur dengan kerajaan Aru dan Palembang (Sriwijaya), serta lebih tua dari kerajaan Majapahit di Pulau Jawa.
Penduduk (rakyat) negeri Peureulak memiliki kesamaan dengan penduduk Semenanjung Melayu, terutama dari suku Semang (bangsa laut), Jakun, dan Lanun yang berpindah dari Kedah, Pahang, Perak, dan Kelantan. Mereka memiliki hubungan darah dengan bangsa Siam, Champa (Kamboja), dan Burma. Hal ini dapat dilihat dari strategisnya letak negeri Peureulak yang berhadapan dengan Pulau Pinang, yang awalnya merupakan wilayah kerajaan Kedah (Langkasuka). Kapan migrasi bangsa-bangsa ini ke Peureulak terjadi belum dapat dipastikan, tetapi diduga terjadi pada masa ekspansi Kerajaan Iskandar Zulkarnain dari Yunani atau pada masa Raja Surancolo (Chola) menyerang negeri Raja Chulan (Gangga Negara) di Siam dan Perak (Kelangkiu = Ganggayu), seperti disebut dalam sejarah Melayu oleh Abdullah Munchi. Dengan demikian, penduduk tertua Peureulak berasal dari rumpun Melayu tua. Penduduk tertua tersebut kemudian pindah ke Seumanah, lalu ke Serbajadi, Lingga, dan Nuzar (Isak) melalui Sungai Peunaron.
Tradisi pemerintahan mereka masih primitif, atau sesuai dengan adat Melayu sekarang, yaitu kepala negaranya disebut Raja atau Radja, pejabat bawahannya disebut Kedjruƫn dan Penghulu, berbeda dengan tradisi di Pasai, Pidie, dan Aceh Besar.
Susunan Kesultanan Kerajaan Peureulak
Diambil dari paparan Tgk. M. Junus Djamil pada Pekan Kebudayaan Aceh di Kutaradja pada bulan Agustus 1958 dan telah diperbaiki serta disesuaikan dengan perhitungan tahun berdasarkan inskripsi yang ditemukan di makam Pasai dan lain-lain, sehingga menjadi acuan dalam ilmu sejarah.
Menurut kitab Tawarikh, susunan kerajaan ini adalah sebagai berikut:
- Tajbul Hindi oleh Bahruri Syahriar.
- Mamdhkil Absar Ta ma nalikil Amsar oleh Ibnu Fadlullah Al Umri.
- Tarikh Salathin Gujarat oleh Miran Sayid Mahmud bin Munarul-Muluk.
- Zubdatul Tawarikh oleh Nurul Haq Al Machriqiyal-Dahlawy.
- Idhahul-Haq fi Mamlakatil Peureulak oleh Abu Ishak Al Makarany.
Pada tahun 420 H = 1028 M, sebuah kapal dari Gujarat datang ke Peureulak di utara Sumatra. Di sana, seorang saudagar Arab dari suku Quraisy dan keturunan Sayyid menikah dengan seorang putri Meurah Peureulak dan memperoleh keturunan.
Kira-kira 50 tahun kemudian, berdirilah Kesultanan Peureulak pada tahun 470 H = 1078 M:
- Sultan Alaiddin Syah (520-544 H = 1161-1186 M), bernama Sayid Abdul Aziz dari kaum Syiah, dengan ibu seorang putri Meurah/Raja Peureulak.
- Sultan Alaiddin Abdurrahim Syah bin Sayid Abdul Aziz (544-568 H = 1186-1210 M).
- Sultan Alaiddin Sayid Abbas Syah bin Sayid Abdurrahim Syah (568-594 H = 1210-1236 M).
- Sultan Alaiddin Mughayat Syah (594-597 H = 1236-1239 M), sempat terjadi perebutan kekuasaan dengan dinasti Meurah, namun akhirnya ia berhasil dinobatkan kembali.
- Sultan Mahdum Alaiddin Abdul Kadir Syah (597-641 H = 1339-1343 M), dari dinasti Meurah Peureulak asli yang berhasil merebut kekuasaan dari dinasti Abdul Aziz.
- Sultan Mahdum Alaiddin Muhammad Amin Syah bin Malik Abdul Kadir (641-663 H = 1243-1267 M), seorang alim yang mendirikan perguruan tinggi di Bajeun (Aramijah/Tjotkala) dan memperluas wilayah hingga Kuala Djambo-Air.
- Sultan Mahdum Abdul Malik Syah bin Muhammad Amin Syah (665-674 H = 1367-1375 M), terjadi perebutan kekuasaan dengan dinasti Sayyid Aziziyah yang mengakibatkan kerusuhan hingga kesultanan terbagi menjadi dua:
- Kesultanan Peureulak Baroh/Selatan dengan pusat di Bandar Kalifah Alue Meuh, dipimpin oleh Sultan Alaiddin Mahmud Syah yang wafat pada tahun 691 H = 1393 M.
- Peureulak Tunong/Utara dengan pusat di Biang Perak/Krueng Tuan (Lubok Sigenap), dipimpin oleh Sultan Mahmud Alaiddin Malik Ibrahim Syah (678-695 H = 1380-1396 M).
Setelah wafatnya Sultan Malik Ibrahim Syah, kesultanan kembali bersatu di bawah kekuasaan Sultan Alaiddin Malik Ibrahim Syah.
Posting Komentar untuk "Sejarah Peureulak: Peran Penting dalam Perdagangan Internasional Abad XIII"