Asal Usul Lada di Aceh: Mitos, Sejarah, dan Perdagangan Global

Lada merupakan salah satu komoditas rempah yang memiliki peran penting dalam sejarah perdagangan dunia. Di tanah Aceh, lada tidak hanya menjadi bagian dari perekonomian masyarakat, namun juga lekat dengan kisah-kisah mistis dan legenda yang diwariskan secara turun temurun. Dalam artikel ini, kita akan mengulas asal usul tanaman lada menurut mitos masyarakat Aceh, bukti sejarah kedatangan lada di wilayah ini, hingga peran pentingnya dalam perdagangan internasional yang melibatkan bangsa-bangsa besar dunia.

Asal Usul Lada di Aceh: Mitos, Sejarah, dan Perdagangan Global

Mitos Asal Usul Lada Menurut Tradisi Lisan Aceh

Menurut cerita rakyat Aceh, asal mula tanaman lada berkaitan erat dengan sosok bernama Teungku Lam Peuneu Euën, seorang tokoh yang tinggal di wilayah Keudeu Euën, bagian dari IX Mukim Aceh Besar. Nama "Keuneu Euën" diyakini berasal dari "Kenaän", sebuah wilayah di Palestina, menunjukkan adanya keterkaitan spiritual dan budaya dengan kawasan Timur Tengah.

Tonton Selengkapnya Disini: https://youtu.be/86Tx3tfHNmQ

Dalam sebuah kisah, Teungku Lam Peuneu Euën menaburkan biji kekabu atau kapas di sepetak tanah. Tanaman tersebut tumbuh dengan cepat, berbunga, dan menghasilkan buah yang kemudian air rebusannya dikonsumsi sebagai obat dan minuman penyambut tamu, mirip dengan peran teh atau kopi saat ini. Minuman ini segera populer karena manfaat kesehatannya.

Ketika kakak perempuannya datang berkunjung dan mencicipi minuman tersebut, ia meminta bibit tanaman untuk dibawa pulang. Bibit tersebut dibalut dengan pelepah pisang dan disimpan di dekat balai rumah. Beberapa tamu yang melihat tanaman itu tertarik dan meminta bibit serupa. Karena antusiasme masyarakat, tanaman itu kemudian menyebar luas.

Ketika masyarakat bertanya tentang nama tanaman tersebut, dijawab "Peunulada" (dari kata-kata Teungku: "Bek tamat-tamat nyan peunula da"). Lama-kelamaan nama ini disingkat menjadi "lada", yang dikenal hingga kini.

Mimpi dan Wahyu: Mitos Kalang Dada

Kisah lain menyebutkan bahwa Teungku Lam Peuneu Euën mendapatkan petunjuk menanam lada melalui mimpi. Dalam mimpinya, seorang aulia (wali) menyuruhnya menanam lada. Ketika Teungku menyatakan bahwa ia tidak tahu di mana mencari bibitnya, sang aulia berkata untuk mengambil "kalang dada" atau daki dari dadanya.

Setelah bangun dari tidurnya, Teungku menggosok dadanya dan menemukan biji-biji kecil yang mirip biji jagung. Ia pun menanamnya, dan tanaman itu tumbuh menyerupai sirih. Ketika berbuah, buahnya digunakan untuk perbanyakan bibit. Tanaman ini kemudian dikenal sebagai "Kalang Lada" dan disebarkan ke masyarakat luas.

Karena kepercayaan terhadap asal-usul tanaman ini, masyarakat Aceh selalu mengadakan kenduri untuk mengenang Teungku Lam Peuneu Euën sebelum memetik lada. Bila tanaman tidak subur atau terserang penyakit, masyarakat mengambil tanah dari makam beliau, mencampurkannya dengan air, dan menyiramkan ke ladang lada sambil membakar kemenyan dan melakukan upacara peusijuek.

Bukti Historis: Lada Sudah Ditanam Sejak Abad ke-9

Selain mitos, terdapat catatan sejarah yang menyebutkan bahwa lada telah dikenal dan dibudidayakan di Aceh sejak abad ke-9. Para musafir dari Tiongkok dan Arab mencatat bahwa daerah seperti Nampoli, Peureulak, Lamuri, dan Samudera Pasai sudah menanam lada.

Asal tanaman ini tidak diketahui dengan pasti, namun diduga kuat bahwa bangsa Arab atau Persia yang memperkenalkannya ke tanah Aceh. Menurut J.H. Heyl, seorang ahli pertanian Belanda dalam bukunya "Pepercultuur in Atjeh", lada dibawa dari Madagaskar (Afrika Timur) pada abad ke-7 atau ke-8.

Lada dari Aceh kemudian diekspor ke kota-kota besar seperti Baghdad, Kairo, Iskandariyah, dan Istanbul. Para pedagang Arab, Persia, dan Turki membawa rempah ini ke pasar Eropa, menjadikan lada sebagai barang mewah yang sangat berharga. Bahkan, di Eropa muncul ungkapan "duur als peper" (mahal seperti lada).

Peran Strategis Aceh dalam Perdagangan Lada Dunia

Karena tingginya permintaan lada di Eropa, bangsa Portugis mengirimkan ekspedisi untuk mencari langsung sumber rempah tersebut. Pada tahun 1509, kapal Portugis pertama kali tiba di Pidie, daerah penghasil lada terbesar di Aceh saat itu. Mereka mendirikan benteng dan gudang di sana untuk mengamankan pasokan.

Kedatangan Portugis memberi dampak besar terhadap produksi dan perdagangan lada. Harga lada meningkat dan penanaman diperluas ke wilayah Aceh Besar dan Aceh Barat. Namun, kehadiran mereka tidak bertahan lama. Pada tahun 1521, Sultan Aceh mengusir Portugis karena melanggar hak monopoli perdagangan lada milik kerajaan Aceh.

Dalam peristiwa ini, Sultan Ali Mughayat Syah dengan bantuan saudaranya, Raja Ibrahim, memimpin serangan terhadap benteng Portugis di Pidie dan Samudera Pasai. Mereka berhasil merampas meriam dan senjata Portugis, yang kemudian digunakan untuk memperluas kekuasaan ke wilayah lain seperti Daya, Aru, hingga Johor.

Perebutan Monopoli Lada oleh Bangsa Eropa

Setelah Portugis, bangsa Spanyol mencoba mengambil alih pasar lada Aceh pada akhir abad ke-16. Pada tahun 1595, Belanda datang menyusul untuk ikut serta dalam perdagangan. Tak lama kemudian, Inggris juga tiba. Persaingan antar bangsa Eropa ini membuat perdagangan lada semakin kompetitif dan mendorong harga lada ke tingkat yang lebih tinggi.

Akibat persaingan yang ketat ini, Belanda bahkan memulai peperangan dengan Spanyol di Eropa demi mendapatkan monopoli perdagangan lada dari Aceh. Di sisi lain, kerajaan-kerajaan Eropa terus berusaha memikat Sultan Aceh agar menjalin kerja sama eksklusif.

Kesimpulan: Lada, Antara Mitos dan Sejarah

Dari cerita rakyat hingga catatan sejarah, jelas bahwa lada memiliki peran penting dalam kebudayaan dan ekonomi Aceh. Masyarakat Aceh tidak hanya menganggap lada sebagai tanaman ekonomi, tetapi juga sebagai simbol spiritual dan warisan leluhur.

Dengan sejarah panjang yang mencakup perdagangan global dan peperangan antar imperium besar, lada menjadi saksi bisu betapa pentingnya peran Aceh dalam peta perdagangan dunia. Oleh karena itu, melestarikan budaya dan tanaman lada di Aceh bukan hanya soal ekonomi, tapi juga menjaga warisan sejarah yang telah membentuk identitas bangsa ini.

Posting Komentar untuk "Asal Usul Lada di Aceh: Mitos, Sejarah, dan Perdagangan Global"