Lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam: Perlawanan Gagah Berani terhadap Penjajahan Portugis
Lahirnya Kerajaaan Aceh Darussalam
Arus Penjajahan Barat Ke Timur
Menjelang akhir abad ke-15, arus penjajahan Barat ke Timur sangat deras, terutama penjajahan Barat Kristen terhadap Timur Islam. Nafsu untuk memperoleh kekayaan dengan cara haram mendorong bangsa Eropa berlomba-lomba ke Dunia Timur, terutama setelah Columbus menemukan Amerika dan Vasco da Gama mencapai India.
Di antara bangsa Eropa Kristen yang haus tanah jajahan adalah Portugis. Setelah merampok Goa di India, mata mereka tertuju ke Malaka dan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Sumatera: Aru, Teumieng, Pase, Pidie, Aceh, dan Jaya. Dari Malaka, Portugis menyusun rencana bertahap. Tahap pertama, mengirim agen ke daerah-daerah pesisir untuk menimbulkan kekacauan dan perang saudara, seperti yang terjadi di Samudra/Pase. Dengan strategi ini, mereka berharap ada pihak yang meminta bantuan, memberikan alasan untuk intervensi.
Tahap kedua adalah serangan langsung, diikuti pendudukan, dan akhirnya memaksa raja-raja yang takluk menandatangani kontrak monopoli dagang. Pada akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16, Portugis berhasil memaksakan kekuasaannya atas raja-raja Aru, Pase, Pidie, dan Jaya. Mereka mendirikan kantor dagang dan menempatkan pasukan di wilayah tersebut.
Melihat situasi ini, Panglima Kerajaan Islam Aceh, Ali Mughayat Syah, mendesak ayahnya, Sultan Alaiddin Syamsu Syah, yang telah tua, untuk menyerahkan takhta kepadanya. Pada 12 Zulqa’dah 916 H (1511 M), Ali Mughayat Syah dilantik menjadi Sultan Aceh dengan gelar Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah. Beliau bertekad mengusir Portugis dari pantai utara Sumatera, dari Daya hingga Aru.
Ali Mughayat menyadari bahwa tekad ini sulit dicapai jika kerajaan-kerajaan kecil tetap berdiri sendiri. Maka, segera setelah diangkat menjadi sultan, beliau memproklamasikan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam dengan wilayah dari Aru hingga Barus, berpusat di Banda Aceh Darussalam. Untuk mewujudkan tekadnya, beliau mengirim ultimatum kepada raja-raja Jaya, Pidie, Pase, dan Aru agar mengusir Portugis dan bergabung dengan Aceh. Namun, mereka menolak dan justru berpihak kepada Portugis.
Ali Mughayat akhirnya memilih jalan perang. Dalam waktu singkat, Portugis di Jaya dihancurkan. Raja Jaya dan pasukan Portugis melarikan diri ke Pidie, di mana mereka kembali dikalahkan. Dari Pidie, mereka melarikan diri ke Pase, tetapi pasukan Aceh mengejar dan menghancurkan mereka sepenuhnya. Setelah kemenangan gemilang ini, Ali Mughayat kembali ke Banda Aceh dan mengangkat adiknya, Laksamana Raja Ibrahim, sebagai Raja Muda wilayah timur (Pase dan Aru).
Namun, dalam pertempuran melawan armada Portugis di Teluk Aru, Laksamana Raja Ibrahim gugur syahid pada 21 Muharam 930 H (1542 M). Posisi beliau digantikan oleh Laksamana Malik Uzair, yang juga gugur dalam pertempuran lain pada Jumadil Awal 931 H (1526 M). Meski demikian, armada Portugis hancur lebur, dan beberapa perwira tinggi mereka tewas, termasuk Jorge de Brito (1521) dan Simon de Souza (1528).
Setelah membersihkan Aceh dari penjajahan dan menetapkan dasar yang kuat bagi kerajaan, Sultan Ali Mughayat Syah menciptakan bendera kerajaan bernama Alam Zulfiqar, berwarna merah dengan pedang putih melintang. Beliau wafat pada 12 Zulhijah 936 H (1530 M).
Silssilah Raja-Raja Aceh Darussalam
- Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah (1511–1530)
- Sultan Salahuddin (1530–1539)
- Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Qahhar (1539–1571)
- Sultan Husain Alaiddin Riayat Syah III (1571–1579)
- Sultan Muda (1579, 28 hari)
- Sultan Mughal Seri Alam Periaman Syah (1579, 20 hari)
- Sultan Zainal Abidin (1579–1580)
- Sultan Alaiddin Mansur Syah (1581–1587)
- Sultan Meugat Bujung (1587–1589)
- Sultan Alaiddin Riayat Syah IV (1589–1604)
- Sultan Muda Ali Riayat Syah V (1604–1607)
- Sultan Iskandar Muda (1607–1636)
- Sultan Iskandar Sani (1636–1641)
- Ratu Tajul Alam Safiatuddin (1641–1675)
- Ratu Nurul Alam Naqiyatuddin (1675–1678)
- Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (1678–1688)
- Ratu Kamalat Syah (1688–1699)
- Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalullail (1699–1702)
- Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702–1703)
- Sultan Jamalul Alam Barul Munir (1703–1726)
- Sultan Jauharul Alam Imaduddin (1726)
- Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng (1726–1727)
- Sulthan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah, 1139-1147 H. (1727-1735 M.)
- Sulthan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah, 1139-1147 H. (1727-1735 M.)
- Sulthan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah, 1139-1147 H. (1727-1735 M.)
- Sulthan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah, 1139-1147 H. (1727-1735 M.)
- Sulthan Husain Alaiddin JauharulAlam Syah, 1209-1238 H. (1795-1823 M.)
- Sulthan Husain Alaiddin JauharulAlam Syah, 1209-1238 H (1795-1823 M.)
- Sulthan Sulaiman Ali Alaiddin Iskandar Syah, 1251-1286 H. (1836-1870 M.)
- Sulthan Sulaiman Ali Alaiddin Iskandar Syah, 1251-1286 H. (1836-1870 M.)
- Sulthan Sulaiman Ali Alaiddin Iskandar Syah, 1251-1286 H. (1836-1870 M.)
Sulthan Aceh yang terakhir, setelah berperang 29 tahun, baginda ditawan oleh Belanda, dan tidak pernah menyerahkan "Kedaulatan" negaranya'
Posting Komentar untuk "Lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam: Perlawanan Gagah Berani terhadap Penjajahan Portugis"