Kerajaan Islam Darussalam: Sejarah Gemilang Transformasi dari Indra Purba ke Aceh Besar
Kerajaan Islam Darussalam
Kerajaan Indra Purba (Aceh Besar saat ini) merupakan sebuah kerajaan yang telah berdiri sekitar 2000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa. Selama ribuan tahun, kerajaan ini mengalami pasang surut sejarah, termasuk menghadapi berbagai serbuan dari luar, seperti dari Cina, Gola, Sriwijaya, dan Portugis.
Sekitar tahun 450-460 H (1059-1069 M), pasukan Cina yang telah menduduki Kerajaan Indra Jaya (daerah Leupung sekarang) menyerang Kerajaan Indra Purba dengan ibu kota di Lamuri. Pada masa itu, Kerajaan Indra Purba dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Dalam situasi peperangan yang sengit, pasukan dari Kerajaan Islam Peureulak yang berjumlah 300 orang datang ke Lamuri. Pasukan ini dipimpin oleh seorang ulama sekaligus pahlawan, Syekh Abdullah Kan'an, yang bergelar "Syiah Hudan." Mereka datang dari Dayah Cot Kala Bayeuen, pusat pendidikan ilmu agama dan militer.
Di antara pasukan tersebut, terdapat seorang pemuda gagah bernama Meurah Johan, putra dari Adi Genali atau Teungku Kawee Teupat, yang menjadi raja di Negeri Lingga. Pasukan dari Peureulak diizinkan untuk menetap di Kerajaan Indra Purba, memilih Mamprai (dekat Sibreh) sebagai tempat tinggal dan membuka lahan lada. Pasukan Islam di bawah pimpinan Meurah Johan kemudian bergabung dengan pasukan Kerajaan Indra Purba untuk melawan pasukan Cina Buddha. Akhirnya, pasukan Cina berhasil dikalahkan, dan kemenangan ini membawa Maharaja Indra Sakti beserta rakyatnya memeluk agama Islam.
Sebagai balas jasa, Maharaja Indra Sakti menikahkan putrinya, Puteri Biieng Indra Keusuma, dengan Meurah Johan. Menurut catatan M. Yunus Jamil, pasukan Cina yang menyerang Lamuri dipimpin oleh seorang panglima wanita bernama Nian Nio Lian Khl. Setelah dikalahkan oleh Meurah Johan, Nian Nio memeluk Islam dan akhirnya dinikahi oleh Meurah Johan dengan persetujuan istrinya, Puteri Indra Keusuma, serta Syekh Abdullah Kan'an. Nian Nio kemudian dikenal dengan nama Putroe Neng. Masuknya Putroe Neng ke dalam Islam juga menyebabkan pasukan Cina yang bersamanya turut memeluk agama Islam. Syekh Abdullah Kan'an, yang membawa ajaran Islam ke Lamuri, dikenal sebagai Teungku Chik Lampeuneu’eun.
Dua puluh lima tahun kemudian, Maharaja Indra Sakti wafat. Menantunya, Meurah Johan, diangkat sebagai raja Indra Purba dengan gelar Sultan Alaiddin Johan Syah. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Indra Purba berubah menjadi kerajaan Islam dengan nama Kerajaan Darussalam, dan ibu kota dipindahkan ke tepi Sungai Kuala Naga (Krueng Aceh saat ini), yang diberi nama Bandar Darussalam. Proklamasi Kerajaan Darussalam berlangsung pada hari Jumat di bulan Ramadan tahun 601 H (1205 M).
Sultan Alaiddin Johan Syah juga membangun tempat peristirahatan di dataran tinggi bernama Glee Weueng, yang terletak di atas Kampung Mamprai. Setelah wafat, beliau dimakamkan di tempat tersebut, bersama kedua putranya, Sultan Ahmad Syah dan Sultan Mahmud Syah.
Silsilah Raja-Raja Kerajaan Darussalam
- Sultan Alaiddin Johan Syah (601-631 H / 1205-1234 M) Mangkat pada Kamis, 1 Rajab 631 H, dan dimakamkan di Glee Weueng.
- Sultan Alaiddin Ahmad Syah (631-665 H / 1234-1267 M) Merebut kembali Kerajaan Indrajaya yang diduduki pasukan Cina. Mangkat pada Selasa, 4 Sya'ban 665 H, dan dimakamkan di Glee Weueng.
- Sultan Alaiddin Johan Mahmud Syah I (665-708 H / 1267-1309 M) Mengislamkan daerah Indrapuri dan Indrapatra, membangun Dalam Darud-Dunia dan Masjid Baiturrahman di Banda Darussalam pada 691 H (1292 M). Mangkat pada Jumat, 12 Rabi'ul Awal 708 H, dan dimakamkan di Glee Weueng.
- Sultan Alaiddin Firman Syah (708-755 H / 1309-1354 M)
- Sultan Alaiddin Mansur Syah I (755-811 H / 1354-1408 M)
- Sultan Alaiddin Mahmud Syah II (811-870 H / 1408-1465 M)
- Sultan Alaiddin Husain Syah (870-885 H / 1465-1480 M) Membentuk federasi kerajaan kecil yang dikenal sebagai Kerajaan Islam Aceh. Ibu kota negara diubah menjadi Banda Aceh Darussalam.
- Sultan Alaiddin Inayat Syah (883-895 H / 1480-1490 M) Dimakamkan di Kandang Bilui.
- Sultan Alaiddin Mudhaffar Syah (895-902 H / 1490-1497 M) Menghadapi perang saudara dengan Maharaja Pidie Syamsu Syah.
- Sultan Alaiddin Syamsu Syah (902-916 H / 1497-1511 M) Membangun Keraton Kuta Alam dan Masjid Baitur Rahim. Pada 12 Zulkaidah 916 H (1511 M), ia menyerahkan takhta kepada putranya, Ali Mughaiyat Syah, dan wafat pada 14 Muharram 937 H (9 September 1530 M). Dimakamkan di Kandang Pangoe.
- Sulthan Alaiddin Mughaiyat Syah, 916-936 H. (1511-1530 M.). Baginda adalah Sulthan dari Kerajaan Islam Aceh yang terakhir, dan pembangun Kerajaan Aceh Darussalam, yang meliputi seluruh Kerajaan kecil-kecil, sejak dari Aru sampai ke Jaya.
Posting Komentar untuk "Kerajaan Islam Darussalam: Sejarah Gemilang Transformasi dari Indra Purba ke Aceh Besar"