Invasi Siam ke Samudera Pasai: Konflik, Strategi, dan Pembebasan Raja

Expansi Siam Menyerang Samudera Pasai

Pada permulaan abad ke-14, negeri Samudera Pasai sangat ramai dengan bandar dan pelabuhannya, sehingga terkenal hingga ke negeri-negeri lain. Karena negeri Samudera begitu masyhur, Raja Sjahrun Nawi (Raja Siam) merasa iri hati dengan kemasyhuran negeri itu. Baginda bermufakat dengan orang-orang besar dalam negeri Siam untuk menyerang negeri Samudera dan menangkap rajanya.

Invasi Siam ke Samudera Pasai: Konflik, Strategi, dan Pembebasan Raja

Baginda bertanya kepada hulubalang-hulubalangnya, siapa yang berani menangkap Raja Samudera? Salah satu hulubalang yang gagah berani bernama Awi Ditju, lalu menjawab, "Ya, Tuanku, jika ada kurnia dari Tuanku, berikanlah kepada patik empat ribu rakyat dan beberapa orang hulubalang agar patik dapat berangkat menangkap Raja Samudera. Hidup patik akan membawa persembahan kepada Tuanku."

Maka Raja Sjahrun Nawi segera memerintahkan untuk menyiapkan bala tentara untuk menyerang Samudera Pasai. Setelah siap dengan seratus perahu (djong) penuh balatentara yang dipimpin oleh Awi Ditju, mereka berangkat menuju negeri Samudera dengan membawa barang dagangan, agar Raja Samudera tidak mengetahui bahwa kafilah itu akan menyerang negerinya.

Saat akan berangkat, kafilah itu disambut dengan alu-alu (arak-arakan) sesuai dengan adat baginda. Setelah arak-arakan selesai, mereka berlayar hingga beberapa lama, sampai akhirnya tiba di negeri Samudera.

Setibanya di Samudera, Awi Ditju segera menyiapkan empat peti besar yang indah. Dalam peti tersebut, disembunyikan masing-masing seorang hulubalang yang perkasa, yang diperintahkan untuk menangkap Raja Samudera begitu sampai di hadapannya. Jika peti dibuka, mereka akan keluar dan menangkap Raja Samudera, kemudian memasukkannya kembali ke dalam peti.

Setelah semua perintah diberikan kepada hulubalang-hulubalang itu, peti-peti tersebut dibalut dengan kain sutera sebagai tanda kebesaran dan dibawa dengan arak-arakan untuk dipersembahkan kepada Raja Siam sebagai bingkisan. Kafilah lainnya tinggal di Kuala.

Raja Samudera yang berada di balairung menerima kedatangan tamu agung itu dengan kehormatan, menerima pidato dan sepucuk surat dari Raja Sjahrun Nawi, tanpa menaruh curiga. Oleh karena itu, penjaga istana pun lalai.

Setelah membaca surat itu, Raja Samudera menerima bingkisan yang dibawa. Seketika, keempat hulubalang Siam keluar dari dalam peti dan menangkap Raja Samudera, memasukkannya ke dalam peti, dan membawanya ke perahu yang sudah disiapkan di tepi sungai.

Kejadian itu menggemparkan orang-orang besar Samudera, karena tidak disangka akan terjadi peristiwa seperti itu. Sementara itu, hulubalang-hulubalang Samudera yang berada di sana berusaha merebut kembali Raja Samudera. Namun, Awi Ditju berkata, "Jika orang Samudera menyerang, niscaya Raja Samudera akan dibunuh." Setelah mendengar perkataan itu, semua orang diam.

Kemudian, perahu yang berisi peti Raja Samudera dibawa oleh balatentara Siam menuju pangkalan markas mereka di Kuala Djambu Air. Di sana, perahu tersebut diserang oleh orang Samudera yang berusaha merebut kembali Raja Samudera. Terjadilah peperangan dahsyat, di mana kedua belah pihak banyak yang tewas. Serangan orang Samudera semakin hari semakin kuat, dan akhirnya Awi Ditju tidak dapat lagi mempertahankan markasnya.

Maka, Raja Samudera diangkut ke kapal besar bersama angkatan perangnya dan berlayar kembali ke negeri Siam. Setibanya di negeri Siam, Raja Samudera dipersembahkan kepada Raja Siam, yang menerimanya dengan suka cita. Awi Ditju dan semua hulubalang lainnya dipersalinkan oleh baginda sesuai dengan adat kebesaran.

Di Kuala Djambu Air, hingga akhir abad ke-19, masih terdapat bekas-bekas peperangan tersebut, karena di sana ada sebuah kampung yang disebut Djeurat Siam.

Raja Samudera yang sudah ditawan itu sangat dihina di negeri Siam. Baginda disuruh untuk memelihara ayam.

Mengambil Kembali Raja Samudera Pasai

Beberapa lama Raja Samudera tinggal di negeri Siam, Mangkubumi Sidi Ali Chaijathuddin memanggil orang-orang besar dalam kerajaan Samudera untuk berkumpul dan bermufakat. Mereka mencari akal dan cara agar Raja yang sudah ditawan di negeri Siam bisa dijemput kembali. Berdasarkan usulan Mangkubumi, didapatkan sebuah akal, yaitu membuat kapal seperti kapal Arab, membeli berbagai barang dari negeri Arab, serta memilih beberapa orang pandai berbahasa Arab untuk menjadi anak buah kapal. Mereka juga disuruh membuat utas emas, sebuah pohon kayu emas, dan buahnya yang dihias dengan berbagai permata, yang seluruh harganya setara dengan emas.

Setelah barang-barang indah itu siap, orang-orang yang akan ikut berlayar pun berkumpul. Setelah semua perbekalan makanan siap, mereka dinaikkan ke kapal. Mangkubumi Sidi Ali Chaijathuddin pun berlayar menuju negeri Siam.

Setelah beberapa lama, kapal itu sampai di negeri Siam. Di sana, diberitahukan kepada Sjahbandar bahwa kapal itu datang dari tanah Arab dan membawa persembahan untuk Raja Siam (Sjahrun Nawi). Sjahbandar segera menyampaikan berita itu kepada Raja Siam. Baginda pun menerima berita itu dengan sukacita dan mempersilakan tamu itu masuk ke dalam istana.

Mangkubumi Sidi Ali Chaijathuddin yang menyamar sebagai seorang syeikh dari Arab turun dari kapal, membawa semua persembahan, diiringi oleh nakhoda dan beberapa orang pengiringnya. Sesampainya di istana Raja Siam, pohon kayu emas itu dipersembahkan dan diterima dengan sukacita oleh Raja Siam, orang-orang besar, serta seluruh isi istana.

Setelah dijamu, Syeikh bermohon izin untuk pulang ke kapal. Raja Siam bertanya apakah ada kehendak lain dari tamunya, dan Syeikh menjawab bahwa tidak ada apa-apa. Beberapa hari kemudian, nakhoda kapal tersebut menghadap Raja Siam lagi, membawa persembahan berupa papan ukir emas yang dihiasi dengan batu permata. Baginda menerima persembahan itu dengan sukacita pula.

Setelah dijamu, nakhoda itu pun kembali pulang ke kapal, dan Raja Siam berlanjut bertanya, apakah ada hal lain yang diinginkan. Nakhoda menjawab tidak ada, dan mereka pun pulang.

Beberapa waktu kemudian, kafilah tersebut ingin kembali ke negeri asalnya. Mereka menghadap Raja Siam sekali lagi dan memberikan persembahan berupa sepasang itik emas dan sebuah pasu emas. Pasu itu diisi air dan dua itik dilepaskan ke dalamnya, dan mereka berenang dengan bebas.

Raja Siam dan orang-orang besar yang hadir sangat terkesan melihat bingkisan yang ajaib itu. Kemudian, Raja Siam bertanya kepada Syeikh, apakah ada keinginan lain dari tamu agungnya. Syeikh menjawab bahwa mereka hanya ingin agar Raja Samudera diberikan kembali kepada mereka. Raja Siam pun setuju dan memerintahkan kepada Mangkubumi untuk menyerahkan Raja Samudera kepada orang-orang Arab tersebut.

Setelah menerima Raja Samudera, mereka segera berangkat kembali ke kapal dengan sukacita. Setibanya di kapal, Raja Samudera dimandikan dan dipakaikan kembali dengan pakaian kerajaan. Kapal itu segera berlayar menuju negeri Samudera.

Setelah beberapa lama, kapal itu tiba di negeri Samudera, membawa Raja Samudera (Malikul Thahir). Raja Samudera diterima oleh rakyatnya dengan sukacita, diadakan selamatan besar-besaran, dan doa selamat atas kembalinya Raja mereka.

Posting Komentar untuk "Invasi Siam ke Samudera Pasai: Konflik, Strategi, dan Pembebasan Raja"