Adat Meukuta Alam: Tradisi Kepemimpinan dalam Kerajaan Aceh

Adat Meukuta Alam


Adapun Adat Meukuta Alam (Mahkota Alam) uraianya adalah sebagai berikut di bawah ini:

Adat Meukuta Alam: Tradisi Kepemimpinan dalam Kerajaan Aceh

Angkatan Panglima Sagi dan Uleëbalang

Barang siapa yang hendak diangkat menjadi Panglima Sagi atau Uleëbalang dalam Sagi, di mana saja tempatnya dalam Tiga Sagi Aceh dan daerah takluknya, terlebih dahulu bermufakat kepada ahli waris Panglima Sagi atau Uleëbalang yang telah meninggal, dengan segala orang tua atau orang patut yang berakal seperti: Imum, Keuchik, Wakil, dan Ulama dengan bermusyawarah.

Jika sudah ada ketetapan siapa yang diangkat menjadi penggantinya, lalu diadakan kenduri dengan mengundang orang-orang yang patut dalam negeri itu dan Uleëbalang yang berdekatan dengan negeri tersebut. Sesudah semua orang hadir, lalu diangkat dan diberi gelaran bagi orang yang diangkat itu, maka pekerjaan itu sudah mukatamat.

Persembahan dan Penghormatan dari Sultan
Sesudah diangkat, dibawa menghadap Raja dengan membawa satu dulang yang berisi persembahan sekadarnya. Panglima Sagi, Orang Kaya Seri Maharaja Lela, Uleëbalang dalam Sagi, dan Uleëbalang yang sama derajatnya dengan Uleëbalang Nam dan Uleëbalang Dua Belas mempersembahkan dulang tersebut kepada Seri Paduka Sultan yang telah bersedia menerima persembahan itu sebagaimana adat yang lazim di Negeri Aceh, Bandar Darussalam.

Seri Sultan memberikan kehormatan sebagai berikut:
  1. Panglima Sagi atau Orang Kaya Seri Maharaja Lela disambut dengan 21 kali letusan meriam.
  2. Uleëbalang dalam Sagi atau yang sama derajatnya disambut dengan 12 kali letusan meriam.
  3. Seri Maharaja Indra Paksamana dan Raja Dalam Nam disambut dengan 9 kali letusan meriam.
  4. Uleëbalang Dua Belas atau yang sama derajatnya disambut dengan 7 kali letusan meriam.
  5. Uleëbalang Nam, Bintara Gigiëng sendiri disambut dengan 6 kali letusan meriam.
  6. Uleëbalang lainnya disambut dengan 5 kali letusan meriam.
Adapun Uleëbalang yang takluk atau dalam tanggungan Sultan, memakai surat angkatan Cap Halilintar yang bunyinya sebagai berikut:

Kami beri tahu kepada sekalian Uleëbalang, Datuk, Imum, Keuchik, Panglima, Keuchik, Wakil, Peutuwa kecil dan besar, tua dan muda serta seluruh rakyat. Maka adalah Panglima yang takluk jajahannya sudah kami beri jabatan Uleëbalang. Kurnia Allah dan Rasul, kemudian menjadi wakil kami menggantikan pekerjaan kami di dalam negeri, yang pertama untuk memelihara negeri, melaksanakan perdagangan laut dan darat, memberi gupang dan hiburan kepada Peutuwa yang telah menerimanya, serta membawa hak kami setiap tahun setelah berdagang menjual lada.

Posting Komentar untuk "Adat Meukuta Alam: Tradisi Kepemimpinan dalam Kerajaan Aceh"