Negeri Tamiang Dipecah Dua: Sejarah Perpecahan dan Kejayaan Raja-raja
Negeri Tamiang Dipecah Dua
Karena peperangan saudara yang terjadi, maka Raja Tan Kuala pergi mengadukan hal tersebut kepada Ratu Komalat SjaJi (yang memerintah antara tahun 1688—1699). Ratu ini adalah istri Maharaja Lela Abdul Rahim, ibunda dari Potjut Din yang kemudian diangkat menjadi Raja dengan gelar Sultan Alaiddin Achmad Sjah. Sultan Atjeh Raja berasal dari keluarga Aceh Bugis (Dinasti Alaiddin) yang memerintah antara 1739—1735.
Sesampainya Raja Tan Kuala di Kota Aceh Darussalam, ia langsung menuju Istana Dalam untuk menghadap Ratu dan melaporkan segala kejadian di Tamiang. Setelah mendengar pengaduan Raja Tan Kuala, Ratu Aceh kemudian mengirimkan utusan ke Benua Tunu untuk memanggil Raja Penita menghadap Ratu di istana.
Perintah Ratu itu dipatuhi oleh Raja Penita, dan ia berangkat dengan bahtera lengkap beserta pengiringnya. Setibanya di Kutaraja, Raja Penita diperiksa terkait sengketa yang terjadi.
Sementara menunggu keputusan apa yang akan diterima oleh kedua Raja, Ratu mengadakan jamuan besar di Istana Dalam untuk para pembesar Kerajaan Aceh. Pada suatu hari di halaman istana, terdapat dua ekor gajah peliharaan Ratu yang sedang bermain. Gajah-gajah itu dipasangi gelang kaki emas, anting-anting emas, dan gelang dari logam suasa di pergelangan kakinya. Gajah-gajah itu melompat-lompat dengan galaknya, dijaga oleh dua orang gembala yang berasal dari Sindi Hyderabad (India).
Setelah selesai bersantap, beberapa pelayan istana membawa hidangan buah-buahan, dan gajah-gajah tersebut meminta buah-buahan itu. Namun, tidak ada yang memberinya. Karena pelayan-pelayan itu tidak mengindahkan permintaan gajah, maka gajah tersebut mencoba merangkul dulang buah yang dipegang oleh seorang pelayan. Ketika pelayan tersebut menahannya, gajah itu marah dan mengejar pelayan tersebut.
Melihat kejadian itu, Raja Penita yang berada di tempat duduknya di Balai Agung, tidak sabar dan melompat untuk menolong pelayan yang dikejar gajah. Gajah itu berhenti dan menghadap Raja Penita. Dengan kekuatan luar biasa, Raja Penita merentangkan ekor gajah hingga gajah tersebut jatuh. Seluruh istana terkejut menyaksikan bagaimana seseorang yang begitu kuat bisa bergulat dengan gajah.
Gajah itu kemudian dikepung, ditangkap, dan dipasangi rantai sebelum dibawa masuk ke kandangnya. Raja Penita lalu dibawa menghadap Ratu di dalam istana. Karena terkejut melihat kekuatan Raja Penita, Ratu kemudian memerintahkan kepada Perdana Menteri untuk mengadakan sidang Dewan Sultanat istimewa pada keesokan harinya, untuk membicarakan sengketa antara Raja Tan Kuala dan Raja Penita.
Pada hari sidang, Dewan Sultanat memutuskan masalah sengketa kedua Raja tersebut. Keputusan yang dicapai memuaskan kedua belah pihak, dan Ratu menyatakan bahwa kedua Raja tersebut diakui sebagai Raja di Negeri Tamiang, masing-masing di daerahnya. Negeri Tamiang dibagi menjadi dua daerah:
- Raja Tan Kuala diakui sebagai Raja yang berkuasa di wilayah Sungai Simpang Kanan, dengan ketentuan bahwa dari puncak gunung hijau yang tertinggi hingga ke laut, batasnya adalah Sungai Tamiang. Segala aliran air yang mengalir melalui sungai kecil menuju Simpang Kanan menjadi wilayah Karang. Raja Tan Kuala diberi gelar Raja KeuAjruën Kuala di Kareuëng, dengan pengesahan resmi menggunakan cap Sikureueng, serta mendapatkan hak Tumpang Gantung. Wilayahnya disebut Keuradjeuën Kareuëng. Namun, oleh penduduk Tamiang, kata dalam bahasa Aceh untuk gelarnya adalah Raja Kedjuruan Kuala di Karang.
- Raja Penita juga diakui sebagai Raja yang berkuasa di wilayah Sungai Simpang Kiri, dengan ketentuan yang sama, yaitu dari puncak gunung hijau yang tertinggi hingga ke laut. Segala aliran air yang mengalir melalui sungai kecil menuju Simpang Kiri menjadi wilayah Tamiang Hulu. Raja Penita diberi gelar Raja Keudjreuën Muda Penita Po Segadjah dan pemerintahannya disebut Keradjeuën Temiëng Tunong, dengan pengesahan resmi menggunakan cap Sikureueng serta hak Tumpang Gantung. Oleh orang-orang Benua Tunu, dalam bahasa Aceh, gelarnya disebut Raja Kedjuruan Muda Penita Po Segadjah, dan wilayahnya disebut Kerajaan Tamiang Hulu.
Setelah pengangkatan kedua Raja tersebut, keduanya bersumpah di hadapan Ratu dengan menyatakan: Setelah sumpah selesai dan mendengar semua amanat Ratu, kedua Raja itu berangkat pulang ke negeri masing-masing, menuju Tamiang.
Kebanyakan keturunan dari keluarga Suku Penita ini dikenal memiliki kekuatan luar biasa, yang diturunkan secara turun-temurun. Keluarga Penita ini juga dikenal dengan sebutan Keluarga Suku Sedia. Di sini juga diceritakan tentang kerajaan Tamiang yang terbentuk setelah Tamiang dibagi menjadi dua kerajaan, yang kemudian mulai mengisahkan Kerajaan Karang.
Posting Komentar untuk "Negeri Tamiang Dipecah Dua: Sejarah Perpecahan dan Kejayaan Raja-raja"