Perang Serangjaya: Strategi, Keberanian, dan Jejak Majapahit di Tamiang

Perang Diserang Jaya

Sekarang kita kembali menceritakan tentang tentara Majapahit yang mencari-cari dan mengejar Tuanku Ampon Tuan di segala tempat di sekitar daerah itu. Tentara Majapahit yang menuju ke Kuala dengan kapal perang melewati Sungai Kuruk mendapat perlawanan hebat dari tentara Laksmana Kantom Mana yang telah bersiap-siap menantikan mereka. Kemudian sisa-sisa kapal perang Majapahit itu mundur ke laut luas. Panglima-panglima tentara Tamiang menyangka bahwa kapal-kapal perang Majapahit itu akan pulang terus, sehingga tidak dikejar lagi.

Perang Serangjaya Strategi, Keberanian, dan Jejak Majapahit di Tamiang

Namun, orang-orang Tamiang tidak mengetahui bahwa sebagian besar dari tentara Majapahit masih bersembunyi di daratan dengan kekuatan penuh, yaitu satu kafilah tentara yang mendarat di Bukit Selamat dan terus menuju ke Selatan Timur, bermarkas di tempat yang berbukit dan strategis untuk mencari Tuanku Ampon Tuan yang melarikan Puteri Meuga Gema. Demikian pula, sisa-sisa tentara dari Benua menyusun kekuatannya kembali, dipimpin oleh Mangkuraja. Raja Muda Sidinu mengejar tentara Majapahit itu, dan terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak sehingga di tempat itu terjadi peperangan yang sangat hebat.

Tempat terjadinya peperangan hebat itu dinamakan Serangjaja, yang artinya "arena peperangan yang mendapatkan kemenangan yang jaya," karena seluruh tentara Tamiang, Aru, dan Pasai tidak mundur meskipun banyak yang gugur. Sampai sekarang tempat itu bernama Serangjaja. Tak lama setelah pertempuran di Serangjaja, datanglah beberapa puluh kapal perang dari Samudera (Pasai) untuk membantu tentara Tamiang. Kapal dari Samudera itu terus memasuki Kuala Besar, dan di sana mereka mengetahui bahwa kota Benua telah musnah. Raja Muda Sedia telah menjauh ke hulu sungai. Tentara kapal perang Majapahit yang telah mundur ke laut luas masih bertahan di pedalaman (Teluk Haru) dengan kekuatan yang sangat kuat.

Setelah tentara Samudera mendengar keberadaan tentara Tamiang, maka tentara Samudera pun bermarkas di Pulau Sampai (Pulau Kampai) dan bergabung dengan sisa-sisa tentara Tamiang. Sementara tentara Majapahit bertahan di sebuah tempat berbukit yang strategis, datanglah bala bantuan dari Majapahit berupa pasukan tentara darat yang lengkap dan kuat. Semua tentara Majapahit yang baru datang itu mengenakan baju besi di dadanya. Sesampainya di sebuah kampung, mereka berhenti di pangkalan dan bertanya kepada penduduk tentang markas tentara Majapahit. Penduduk menunjukkan tempatnya, dan tentara Majapahit yang menyusul rekan-rekannya di pangkalan itu menamai tempat tersebut "Pangkalan Susu."

Setelah tentara bantuan Majapahit yang berbaju besi itu sampai di markas, tak lama kemudian datanglah tentara Samudera, Tamiang, dan orang-orang Kerajaan Haru yang bersatu untuk menyerang tentara Majapahit dari arah Timur. Pada saat itu terjadi pertempuran sengit antara kedua pihak. Karena pertempuran yang hebat tersebut, banyak mayat dari kedua belah pihak yang bergelimpangan dan tidak sempat dikuburkan. Hanya dikumpulkan seperti mengumpulkan kayu. Kemudian tempat itu dinamakan Kampung Tambun Tulang, yang artinya "bekas timbunan tulang orang yang gugur dalam perang dahulu." Tempat markas tentara Majapahit yang berbaju besi itu dinamakan "Bestlang," artinya "tentara besi."

Sebuah kisah (mitos) juga menceritakan bahwa, sebagaimana di Peureulak dan Langsa, pemerintahan Majapahit di Aru tidak berjalan lancar. Orang-orang besar atau pemimpin di negeri Aru tidak cocok dengan sistem pemerintahan Majapahit yang berbeda. Dalam sebuah musyawarah, para pemimpin negeri Aru duduk di bawah, sementara panglima-panglima pemerintahan Majapahit duduk di atas tahta. Karena itu, orang-orang besar dan pengikutnya mengungsi ke pegunungan, meninggalkan kampung mereka, dan akhirnya kampung itu menjadi sepi atau kosong.

Melihat kemungkinan banyaknya tentara Samudera dan Tamiang yang datang dibantu oleh orang-orang Haru, mengepung benteng dan menghentikan pasokan makanan kepada tentara Majapahit, tentara Majapahit akhirnya mundur kembali ke kapal-kapal mereka di Selat Teluk Haru dan kembali ke Jawa dengan membawa banyak tawanan dari Tamiang dan Aru.

Demikianlah usaha dan keberanian Patih Gadjah Mada yang berhasil mengalahkan kota Benua, namun tidak berhasil menangkap Raja Muda Sedia dan Puteri Meuga Gema, karena dibantu oleh tentara dan armada Kerajaan Samudera. Tentara Majapahit yang gagah berani itu akhirnya mundur kembali ke negerinya. Hal ini juga tercantum dalam Serat Nagarakretagama mengenai serangan ke negeri-negeri seperti Peureulak, Samudera/Pasai, Kampai (Aru), dan Tamiang.

Karena Patih Gadjah Mada tidak berhasil menaklukkan Tamiang dengan sepenuhnya, ia pulang dengan membawa tawanan perang dari Tamiang dan lainnya ke Jawa. Menurut cerita (mitos), wanita-wanita dari Tamiang yang dibawa ke Jawa oleh Kerajaan Majapahit memakai "Subang Tanduk" yang dihias dengan perak, emas, dan permata. Hal ini menandakan bahwa mereka berasal dari Tamiang atau bekas tawanan dari Tamiang yang dibawa ke Jawa. Orang Aceh-Tamiang, jika melihat wanita di Jawa yang memakai Subang Tanduk (Suweng Tanduk), terkenang akan sejarahnya dan berkata dalam hatinya, "Non Barang Vrang-Urang Djawa Tamiang," artinya: ini barangkali orang Jawa yang berasal dari Tamiang.

Posting Komentar untuk "Perang Serangjaya: Strategi, Keberanian, dan Jejak Majapahit di Tamiang"