Kedatangan Portugis dan Spanyol ke Aceh: Awal Perebutan Kekuasaan dan Perdagangan di Nusantara

Kedatangan Orang Portugis / Spanyol Ke Aceh

Pada zaman dahulu, perdagangan dari Hindustan dan benua Asia Timur dibawa ke Eropa dengan karavan unta atau kuda, melalui Afghanistan, Persia, Syam (Palestina), dan Mesir. Di tempat tersebut, barang dagangan dimuat ke dalam kapal dan dikirim ke pelabuhan ramai di Laut Tengah, seperti Venesia dan Genoa. Perjalanan ini sangat sulit dan jauh karena harus melewati berbagai bahaya, termasuk perampokan oleh para penjahat. Akibatnya, barang dari Asia sangat mahal di Eropa, terutama lada dan rempah-rempah dari Aceh (Sumatra), Banten, dan Kepulauan Maluku yang dibawa oleh para pedagang Persia, Arab, dan Keling.

Kedatangan Portugis dan Spanyol ke Aceh: Awal Perebutan Kekuasaan dan Perdagangan di Nusantara

Pada abad ke-15, bangsa Portugis yang terkenal berani mulai menjelajahi wilayah yang belum mereka ketahui, dengan pelayaran ke selatan yang semakin jauh. Lambat laun, mereka menguasai hampir seluruh bagian barat benua Afrika. Pada tahun 1486, seorang nahkoda Portugis bernama Bartolomeus Diaz mencapai ujung selatan benua Afrika. Meskipun dia ingin melanjutkan ke Hindustan, ia terpaksa mundur karena badai dan pembangkangan anak buahnya yang takut kapalnya diterkam ikan besar atau dihancurkan oleh raksasa dan jin. Walaupun ada banyak kesulitan, Raja Portugal Ferdinand II sangat gembira mendengar bahwa Diaz telah mencapai ujung benua Afrika. Ujung tersebut dinamakan Cabo de Bone Esperanza, yang artinya Tanjung Pengharapan, karena sang raja yakin anak buahnya akan segera sampai di Hindustan, sehingga barang dagangan bisa lebih mudah dibawa ke Eropa daripada dengan karavan unta atau kuda.

Kemudian, seorang nahkoda lain bernama Vasco da Gama berhasil mencapai Kalikut di Hindustan pada tahun 1498. Setelah berlabuh di sana, orang Portugis ingin berdagang dengan penduduk setempat, tetapi gagal karena pedagang Persia dan Arab merasa tersaingi oleh kemajuan pelayaran bangsa Eropa yang berpotensi merugikan bisnis mereka. Berdasarkan situasi ini, Raja Portugal Ferdinand II berpendapat bahwa jika belum ada pelabuhan ramai di Asia yang berada di bawah kekuasaan mereka, maka anak buahnya akan kesulitan berdagang.

Pada tahun 1508, tambahan kapal perang dikirim, dan raja Portugal mengangkat Francisco d'Almeida sebagai Raja Muda (Wakil Raja) pertama yang berkedudukan di Goa (India). Pada tahun 1509, dikirim lagi armada tambahan di bawah komando Laksamana Diogo Lopes de Sequeira. Semua kapal ini berpangkalan di Goa di bawah komando Raja Muda tersebut. Pada masa ini, armada Portugis terlibat pertempuran sengit dengan armada Aceh di Aceh Besar, Pidie, dan Pasai. Aceh berhasil memenangkan pertempuran tersebut berkat kehebatan Sultan Ali Mughayat Syah dan adiknya, Laksamana Raja Ibrahim.

D'Almeida kemudian digantikan oleh Afonso de Albuquerque sebagai Raja Muda (1509–1513). Setelah itu, semakin banyak kapal perang besar dilengkapi dan dikomandokan oleh Albuquerque. Armada Portugis ini lalu menuju ke Samudra Hindia dan menaklukkan Goa di Hindustan, Ormus di Teluk Persia, dan Malaka. Tujuan mereka adalah untuk menguasai perdagangan di Hindustan, Persia, dan Semenanjung Melayu (Indonesia).

Pada waktu itu, Pidie dan Malaka adalah wilayah yang sangat ramai dan subur, dengan kota-kota berparit. Setelah Portugis berhasil menguasai Goa, sebagian angkatan lautnya diperintahkan untuk menjelajah ke Sumatra, Jawa, dan Maluku. Mereka pertama kali singgah di Aceh (Lamuri) dan kemudian menuju ke Pidie pada tahun 1509. Pelabuhan Aceh dan Pidie adalah pintu utama untuk hubungan dagang dengan Eropa. Karena melihat kota-kota ini ramai dan makmur, mereka kemudian menuju ke Pasai dan melintasi Selat Malaka menuju Malaka. Di sana, mereka mendapat sambutan baik dari para raja setempat, yang memperbolehkan mereka berdagang dan mendirikan kantor (lodji).

Setelah berhasil menguasai Malaka, mereka melanjutkan perjalanan ke Laut China untuk mengumpulkan rempah-rempah dari Jawa dan Maluku. Sementara itu, perniagaan di pelabuhan-pelabuhan Aceh dan Pidie sangat maju. Ekspor dipegang oleh pribumi sendiri, sedangkan pengangkutannya dilakukan oleh pedagang Arab, Persia, Turki, dan India.

Alfonso Albuquerque, seorang jenderal Portugis yang berpengalaman dalam pertempuran melawan Turki, diangkat sebagai Wakil Raja Portugal di Asia Tenggara. Dia berhasil menaklukkan Socotra pada tahun 1508, Goa pada tahun 1510, Malaka pada tahun 1511, dan Ormus pada tahun 1513, tetapi gagal menaklukkan Aceh, meskipun berulang kali menyerang.

Kedatangan Portugis menyebabkan perselisihan dan intrik antara kerajaan-kerajaan di Aceh. Ketika Albuquerque berhasil menguasai Ormus, ia kembali menyerang Pasai dan Aru yang dipimpin langsung olehnya. Di sanalah ia meninggal pada tahun 1515.

Berita mengenai kehadiran Portugis yang merebut kekuasaan di Goa dan Ormus sampai ke raja Aceh dan Pidie. Portugis berusaha memecah belah kerajaan Aceh dan Pidie melalui politik kolonial. Tindakan Portugis yang mendirikan lodji dan membawa senjata secara ilegal membuat mereka dicurigai oleh penduduk setempat, yang akhirnya menyerang lodji tersebut dan mengusir Portugis dari tanah mereka.

Pada tahun 1511, Portugis berhasil menaklukkan Malaka, dan Sultan Mahmud Syah terpaksa meninggalkan kotanya. Portugis kemudian mendirikan benteng yang kuat di Malaka.

Pada masa itu, orang-orang Spanyol juga telah menjelajah ke arah timur, dan pada tahun 1519, mereka mencapai Filipina dan Aceh. Seorang admiral bernama Mondoza berhasil menjalin hubungan dagang dengan raja Aceh dan menjual senjata sebagai imbalan lada.

Pada akhirnya, kerajaan Spanyol bergabung dengan Portugal setelah kematian Raja Portugal Sebastian pada tahun 1578. Raja Philip II dari Spanyol mengambil alih kekuasaan Portugal pada tahun 1580.

Pemerintahan Aceh saat itu dijalankan oleh Sultan baru, yaitu putra Sultan Ali Mughayat Syah yang bergelar Sultan Salahuddin Riayat Syah (1528–1537). Pergantian ini dimanfaatkan oleh Spanyol untuk berkhianat terhadap Aceh, bekerja sama dengan Portugis untuk memperlemah kekuasaan Sultan dengan menghasut Aru dan Tamiang agar memberontak.

Posting Komentar untuk "Kedatangan Portugis dan Spanyol ke Aceh: Awal Perebutan Kekuasaan dan Perdagangan di Nusantara"