Awal Kedatangan Belanda ke Aceh: Sejarah Perjalanan dan Dampaknya
Kedatangan Belanda Ke Aceh
Ketika orang Portugis semakin besar kekuasaannya di jazirah Melayu (Indonesia), ibu kotanya, Lisabon, menjadi bandar yang sangat ramai. Namun, orang Portugis yang membawa hasil bumi dari Indonesia menjual rempah-rempah tersebut ke berbagai negara di Eropa melalui saudagar-saudagar Belanda. Pada masa itu, Belanda sedang berperang dengan Spanyol selama 80 tahun (dari 1568 hingga 1648), dalam perang yang disebut Tachtig Jaren Oorlog. Walaupun Raja Spanyol memiliki kekuasaan yang besar, Belanda pun berhasil, terutama karena perdagangan mereka semakin ramai.
Dapat dijelaskan di sini bahwa sejak Raja Spanyol Ferdinand II menikah dengan Putri Isabella dari Castile (1516), melalui pengaruh Isabella, kekuasaan Spanyol turut memengaruhi kerajaan Portugal, sehingga kekuasaan Spanyol menyebar ke berbagai tempat. Pada tahun 1580, Raja Spanyol menempatkan seorang perwakilannya (sebagai Raja Muda) Jenderal Alva Parnando untuk memerintah Portugal yang baru saja kehilangan rajanya. Dengan demikian, kerajaan Portugal dapat digabungkan dengan kerajaan Spanyol.
Pada tahun 1578, Raja Sebastian dari Portugal tewas di medan perang melawan pasukan Islam di Maroko pada 4 Agustus 1578. Ia tidak meninggalkan keturunan, sehingga Kardinal Henrique, yang merupakan saudara ipar Raja Sebastian, diangkat sebagai wakil Raja Portugal. Oleh sebab itu, bandar Lisabon dikuasai oleh saudagar-saudagar Spanyol.
Raja Spanyol merasa khawatir karena orang Belanda semakin pandai berdagang di Portugal, sehingga timbul kecemburuan dari pihak Portugis. Oleh sebab itu, Portugis dan Spanyol merampas kapal-kapal Belanda yang berlabuh di Lisabon, agar Belanda mengalami kerugian. Namun, orang Belanda tidak kehilangan harapan dan berusaha belajar cara menuju Asia secara mandiri. Mereka menyadari bahwa perjalanan itu sangat berbahaya dan sulit karena tidak mengetahui rute yang tepat serta tidak memiliki peta perjalanan. Hanya orang Portugis yang memiliki peta tersebut, dan siapa pun yang mencoba mencuri peta akan dihukum berat. Selain itu, semua tempat persinggahan dikuasai oleh Portugis, serta banyak kapal perang Spanyol dan Portugis yang berjaga di lautan.
Beberapa nakhoda mencoba mengambil rute ke utara melalui pantai Asia, tetapi meskipun jauh, akhirnya perjalanan ini gagal karena laut di daerah tersebut beku, sehingga mereka harus kembali. Karena kegagalan ini, beberapa saudagar Belanda mengumpulkan modal sebesar ƒ 290.000 dan mempersiapkan kapal yang dilengkapi meriam serta persenjataan lain untuk melawan Portugis. Di kapal itu ikut serta nakhoda Cornelis de Houtman dan adiknya, Frederik, yang bertanggung jawab atas urusan perdagangan.
Expedisi I
Pada 2 April 1593, empat kapal tersebut berangkat dari pelabuhan Texel menuju Afrika, melalui pesisir Prancis dan Portugal, hingga ke Pulau Madagaskar. Saat itu, banyak awak kapal terkena penyakit kudis dan sebanyak 71 orang meninggal. Namun, perjalanan mereka tetap dilanjutkan hingga sampai di Teluk Malabar, Kalikut, Pulau Ceylon, dan akhirnya menuju Aceh, Pidie, Samudra, dan Melaka. Akan tetapi, karena mendengar intimidasi dari Portugis mengenai bahaya besar di pelabuhan-pelabuhan Sumatera, mereka memutuskan untuk tidak memasuki Aceh, melainkan terus berlayar menuju Johor, dan akhirnya sampai di Banten.
Banten pada saat itu baru saja selesai berperang dengan Palembang, dan rajanya yang masih kecil dilantik dengan bantuan Mangkubumi dan para bangsawan. Sesampainya di Banten, nakhoda De Houtman beserta beberapa awak kapal menemui Mangkubumi dan diberikan izin menyewa rumah untuk menyimpan barang dagangan mereka. Namun, ketegangan timbul karena ketidaksopanan beberapa awak kapal Belanda saat berada di kampung. Akibatnya, orang Banten mulai membenci Belanda.
Pada suatu hari, De Houtman beserta beberapa anak buahnya ditangkap dan dipenjara oleh orang Banten. Sebagai respons, awak kapal Belanda menembaki kota Banten dan merampas beberapa perahu sebagai gertakan agar De Houtman dibebaskan. Akhirnya, setelah negosiasi, De Houtman dilepaskan. Namun, ketegangan dengan Portugis membuat mereka memutuskan untuk memuat seluruh barang dagangan ke kapal dan meninggalkan Banten.
Perjalanan mereka berlanjut ke Jakarta, di mana mereka membeli beras, sayuran, dan buah-buahan, tetapi tidak mendapatkan rempah-rempah. Setelah dua tahun empat bulan, mereka kembali ke Belanda dengan hanya 89 orang yang selamat dari 248 peserta ekspedisi.
Expedisi II
Kemudian, pada 1 Mei 1598, delapan kapal Belanda di bawah komando Laksamana Jacob van Neck berangkat dari Belanda. Sesampainya di Banten, mereka disambut dengan baik karena pada saat itu Banten sedang berselisih dengan Portugis, sehingga Banten lebih bersahabat dengan Belanda. Mereka berhasil berdagang di Banten dan Maluku. Perjalanan ini memberikan informasi yang sangat berharga mengenai Indonesia dan jalur menuju Hindia.
Posting Komentar untuk "Awal Kedatangan Belanda ke Aceh: Sejarah Perjalanan dan Dampaknya"