Apakah Sundaland Tenggelam Ketika Banjir Besar Nabi Nuh?
Sundaland adalah sebuah wilayah biogeografis di Asia Tenggara yang mencakup Paparan Sunda (Sunda Shelf), yaitu bagian dari landas benua Asia yang dahulu terekspos saat Zaman Es Terakhir. Zaman Es Terakhir—atau yang secara populer dikenal sebagai Masa Glasial—merupakan periode glasial terakhir dalam Zaman Es yang sedang berlangsung, terjadi pada penghujung era Pleistosen, sekitar 110.000 hingga 12.000 tahun yang lalu.
Selengkapnya Tonton Disini: https://youtu.be/IzWXOuek9dA
Pada masa itu, permukaan laut jauh lebih rendah dibandingkan hari ini, sehingga kawasan Paparan Sunda menyatu dengan daratan utama Asia. Wilayah Sundaland mencakup Semenanjung Malaya di daratan Asia, serta pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Jawa, dan Sumatra, beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya—semuanya tergabung dalam satu daratan luas.
Batas timur dari Sundaland ditandai oleh Garis Wallace, yang pertama kali diidentifikasi oleh Alfred Russel Wallace, seorang ahli biogeografi. Garis ini membentang di antara Kalimantan dan Sulawesi, serta Bali dan Lombok, dan menandai perbedaan tajam antara fauna Asia dan fauna Australasia. Garis Wallace bukan hanya batas ekologi, tetapi juga menjadi saksi penting evolusi dan persebaran kehidupan di kawasan Asia Tenggara.
Fauna yang hidup di wilayah Sundaland memperlihatkan batas ekologis yang jelas. Garis Wallace juga menandai perbatasan antara dua zona ekologi utama dunia, yaitu Indomalaya dan Australasia. Pulau-pulau yang terletak di sebelah timur Garis Wallace, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, disebut sebagai Wallacea dan secara ekologis dikaitkan dengan kawasan Australasia, bukan Asia.
Perlu dicatat bahwa istilah "Sundaland" pertama kali diperkenalkan oleh van Bemmelen pada tahun 1949, kemudian diikuti oleh para peneliti lain seperti Katili (1975), Hamilton (1979), dan Hutchison (1989). Istilah ini digunakan untuk menggambarkan inti benua Asia Tenggara, yang membentuk bagian selatan dari Lempeng Eurasia.
Sundaland dikelilingi oleh wilayah yang secara tektonik sangat aktif di bagian barat, selatan, dan timur ditandai oleh aktivitas gempa bumi dan letusan gunung berapi yang intens. Hal ini menjadikan Sundaland sebagai bagian dari kawasan geologis yang dinamis dan penuh perubahan sepanjang sejarah bumi.
Kini, telah diterima secara luas oleh para ilmuwan bahwa Asia Tenggara, khususnya kawasan Sundaland, merupakan jalur masuk utama manusia modern (Homo sapiens) dari Afrika dalam migrasi besar-besaran mereka ke berbagai belahan dunia.
Zona tektonik aktif yang mengelilingi Sundaland pada dasarnya adalah sabuk pegunungan yang sedang terbentuk. Wilayah ini memperlihatkan berbagai ciri khas dari orogen akresi—yaitu pegunungan yang terbentuk akibat tumbukan lempeng: subduksi aktif, perpindahan material di batas lempeng, tabrakan dengan fitur lempeng samudra yang ringan, hingga kemunculan busur gunung api dan aktivitas magmatisme yang melimpah.
Sabuk orogenik ini berada di titik pertemuan tiga lempeng besar dunia: Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Sabuk ini membentang dari Sumatera hingga Filipina melalui kawasan Indonesia Timur, dengan karakteristik yang berubah dari barat ke timur. Wilayah ini terdiri dari berbagai segmen geologi atau sutura, masing-masing dengan sifat tektonik yang unik.
Sejak awal abad ke-20, wilayah Laut Cina Selatan dan daratan di sekitarnya telah diteliti oleh ilmuwan seperti Molengraaff dan Umbgrove, yang mengajukan teori tentang sistem sungai purba yang kini tenggelam. Peta dari sistem-sistem tersebut dirinci oleh Tjia pada tahun 1980, serta Emmel dan Curray pada 1982, lengkap dengan delta, dataran banjir, dan rawa-rawa belakang. Ekologi daratan Sunda yang dahulu terbuka diteliti melalui pengeboran inti laut, yang menunjukkan pollen-pollen kuno dan mengungkap ekosistem kompleks yang berubah seiring waktu.
Ketika Sundaland mulai tergenang, banyak spesies yang dulu hidup di lingkungan yang sama terpisah secara geografis. Salah satu contohnya adalah ikan Polydactylus macrophthalmus—dulu menyebar luas di "Sungai Sunda Utara" (sering disebut Sungai Molengraaff) yang kini tenggelam. Sekarang, ikan tersebut hanya ditemukan di Sungai Kapuas (Kalimantan), Sungai Musi, dan Sungai Batanghari (Sumatera).
Selama Zaman Es terakhir, gletser mengalami beberapa siklus maju dan mundur. Puncak pembentukan es global terjadi sekitar 21.000 tahun yang lalu. Para ilmuwan menganggap zaman es ini hanyalah salah satu dari banyak siklus glasiasi dalam sebuah Zaman Es besar yang telah berlangsung lebih dari dua juta tahun, dengan banyak fase glasiasi sebelumnya. Meskipun pola pendinginan global cenderung serupa, perbedaan regional dalam pola pembentukan dan pencairan gletser menyulitkan perbandingan antar benua.
Dari sudut pandang arkeologi manusia, masa ini termasuk dalam periode Paleolitik dan Mesolitik. Pada awal glasiasi, Homo sapiens masih terbatas di Afrika, menggunakan alat batu yang serupa dengan Neanderthal di Eropa dan Homo erectus di Asia. Namun menjelang akhir periode ini, Homo sapiens mulai menyebar ke Eropa, Asia, dan Australia. Setelah gletser surut, manusia mulai bermigrasi ke benua Amerika, membuka babak baru dalam persebaran global umat manusia.
Zaman Stadial Younger Dryas, yang sering disebut sebagai Big Freeze (Pembekuan Besar), adalah periode geologis yang relatif singkat (sekitar 1.300 ± 70 tahun) yang ditandai oleh kondisi iklim yang dingin dan kekeringan. Periode ini terjadi sekitar antara 12.800 hingga 11.600 tahun yang lalu. Peristiwa ini menandai perubahan iklim yang drastis setelah periode pemanasan yang dikenal sebagai interstadial Bølling-Allerød, yang terjadi di akhir zaman Pleistosen, dan mendahului fase preboreal dari awal zaman Holosen.
Penyebab dari Younger Dryas umumnya dianggap berkaitan dengan runtuhnya lapisan es di Amerika Utara, meskipun ada juga teori alternatif. Teori-teori ini mengusulkan berbagai penyebab pendinginan mendadak, termasuk pelepasan sejumlah besar air tawar ke Samudra Atlantik Utara, yang mengganggu pola sirkulasi laut. Gangguan ini diyakini telah menyebabkan runtuhnya Sirkulasi Pembalikan Meridional Atlantik Utara (AMOC), salah satu komponen utama dalam sistem iklim Bumi.
Nama Younger Dryas diambil dari nama genus bunga liar alpine-tundra, Dryas octopetala, yang menjadi indikator mencolok dari iklim dingin selama periode ini. Younger Dryas merupakan bagian dari rangkaian periode stadial Dryas, yaitu fase-fase dingin yang menyela tren pemanasan secara umum sejak Zaman Es Maksimum Terakhir sekitar 21.000 tahun yang lalu.
Older Dryas, yang terjadi sekitar 1.000 tahun sebelum Younger Dryas, berlangsung selama kira-kira 400 tahun. Sementara itu, Oldest Dryas terjadi antara 18.000 dan 14.700 tahun yang lalu, menjadikannya yang paling awal dari ketiga periode stadial Dryas yang diketahui. Ketiga periode ini sangat penting untuk memahami fluktuasi iklim Bumi selama akhir zaman Pleistosen dan transisi menuju zaman Holosen.
Posting Komentar untuk "Apakah Sundaland Tenggelam Ketika Banjir Besar Nabi Nuh?"